Selamat Datang! Di Cafebahasa dan Opini-Bambang Setiawan-Blog Informasi dan Kumpulan Opini-Jangan lupa isikan Komentar Anda demi perbaikan ke depan-Kirim artikel anda untuk diposting-bbg_cla@yahoo.com

Sabtu, 28 Januari 2012

Esai Sastra

Sentuhan Budaya Puisi Batu Pelangi
Oleh: Bambang Setiawan, S.Pd

Karya sastra pada dasarnya merupakan gejala bahasa, sekalipun fungsi bahasa dalam sastra berbeda dengan fungsi utamanya sebagai sarana talimargai (komunikasi). Bahasa dalam sastra merupakan simbol atau kode yang digunakan oleh penyair, pengarang untuk menyampaikan gagasannya. Seperti halnya 23 penyair Jambi yang terhimpun dalam kumpulan puisi “Batu Puisi” menorehkan dan menuangkan uneg-unegenya dalam karya puisi dengan bahasa. Lewat bahasa inilah 23 penyair Jambi menyampaikan
konvensi dalam cermin dan mengungkapkan budaya masyarakat yang melahirkannya. Lewat bahasa pula pembaca dapat memahami pesan dan amanat yang disampaikan pengarang. Setiap bahasa memiliki kovensi masing-masing, mungkin antara bahasa ada bagian yang sama dan ada bagian yang berbeda.
Kumpulan puisi “Batu Pelangi” yang ditulis oleh 23 penyair Jambi merupakan perjalanan panjang dalam dunia sastra atau genre sastra. Bentuk dan sastra puisi yang “Batu Pelangi” menjadi warna yang sangat dominan, dan menonjol dalam mengangkat budaya Jambi. Kumpulan puisi yang sangat penting dalam tradisi Jambi. Kumpulan puisi ini tentu mempunyai makna sebagai ‘penyampain pesan’,’nasehat’, dan kritikan sosial yang perlu diperhatikan oleh banyak orang. Hakikat hadirnya kumpulan ini adalah manfaat yang diberikan kepada pembaca, sehingga karya puisi 23 penyair ini dianggap adiluhung apabila mempunyai manfaat kepada pembaca. Sebagaimana EM Yogiswara dalam puisi Nyanyian Sunyi Situs Kemingking, Chory Marbawi dalam karyanya Menggengam Candi Muaro Jambi, Asro Al-Murthway dalam puisi Candi Muaro Jambi, Puisi yang ingin Kutulis Lama karya ini ingin membuat sesuatu yang berfaedah dan menyenangkan hati pembaca.
Kandungan isi yang dimunculkan dapat dijadikan piwulang (bahasa Jawa) artinya pendidikan. Kumpulan puisi “Batu Pelangi’ pada padasarnya dapat dianggap sebagai sarana pendidikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Keinginan para penyair dalam “Batu Pelangi’ memberikan kritik dan uneg-uneg secara tersurat dinyatakan dalam teks. Contoh dapat dilihat pada puisi berjudul Asmara di Kemingking //aku mengenalnya di Kemingking//saat selendangnya tenggelam ke dasar telaga://saat kau masih remaja//bunga asmara mekar (hal.55-Batu Pelangi) sajak Randa Gusmara.
Kepribadian penyair dalam “Batu Puisi” semakin luwes ketika konsep kreativitas muncul sebagai kombinasi-kombinasi baru terhadap padangan budaya. Iriani R Tandy dalam sebuah saja Mak! Candi Kito Senyap //tangan kito sudah lupo//hanya kita mengirimkan//seribu senja//dan muram//di batu-batu pelisannya//yang sebentar lagi//di kunjungi wajah angin//hujan dan lumut-lumut//mengirimkan kenangan//ketika busur waktu// ... (hal.35-Batu Pelangi). Hasrat dalam menghadapi suatu tantangan dirasakan kuat oleh Iriani untuk menulis sajak ini. Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah paparan (exposure) terhadap kondisi dan rangsangan yang berbeda dengan penyair yang lain, dan dengan kekontarasan sosial serta kombinasi dalam mengolah rasa terhadap tema yang diusungnya.
Kumpulan puisi “Batu Pelangi” juga merupakan cerminan kepribadian. Kepribadian adalah persoalan jiwa pengarang yang asasi. Pribadi pengarang dalam kumpulan puisi “Batu Pelangi” sangat dipengaruhi oleh kondisi emosi. Bebepara puisi yang ditulis oleh penyair Jambi ini sangat cocok dan seimbang dengan situasi dan kondisi yang dikemukakannya. Emosi sangat penting. Kenikmatan luar biasa bisa diraih ketika bergumam dengan bahasa rasa, apalagi jika gagasan telah dikaitkan dengan rasa nikmat atau tidak. Membaca sastra mungkin orang akan selalu nikmat, namun disisi lain ada orng yang kurang sependapat.  Emosi yang hadir dalam “Batu Pelangi” bersifat apresiatif, penuh sensasi, dan karya emosi. Yupnical  Saketi dalam karya berjudul O Situs-situs Sunyi //di sepanjang liuk sungai rembulan kita, puti adalah kibar selendangmu//tempat kekeping sejarah menggelayut nyangkut//talang-talang ladang silam yang tumbang//tempat candi-candi berlumur lumut//tempat kapal-kapal tua karam dalam jam malam//ya, disitu siur-siur kenangan tentang percintaan kita berenang riang .... (hal.83-Batu Pelangi). Emosi dan aspek-aspeknya menjadi tumpuan utama bagi Yupnical Saketi, sehingga muncul kepuitisan yang estetis. Kehadiran unsur ini diciptakan oleh penyair sebagai bentuk pendayagunaan unsur-unsur bahasa yang dapat membangkitkan  efek emosionalitas.
Sastra sebagai unsur kebudayaan, lahir-tumbuh dan berkembang sesuai dengan dinamika masyarakat yang melahirkan dan memilikinya. Kondisi masyarakat berpengaruh sangat besar terhadap mahakarya (proses kreatif sastra) yang dihasilkan, baik dalam bentuk maupun dalam isi. Dalam antologi puisi “Batu Pelangi” unsur budaya dan sosial menjadi tema utama yang diangkat dalam sebuah mahakarya puisi untuk memaknai Candi Muaro Jambi. Dalam antologi ini dua puluh tiga (penyair) mencoba mengangkat nilai budaya dan sosial serta rasa keprihatinan terhadap peninggalan sejarah, sebagai bentuk budaya dan upaya menyelamatkan budaya.
Ada hubungan yang logis antara sastra (puisi) yang terkumpul dalam “Batu Pelangi” dengan budaya di Jambi, artinya ada kontak batin, kepedulian antara penyair sebagai pendukung kebudayaan Candi Muaro Jambi. Penyair yang tergabung dalam “Batu Puisi” membuat sebuah komunikasi dengan relungan hati, dan menggali budaya Jambi dengan tema sosial Candi Muaro Jambi menjadi menarik, dan menjadi kritikan atau sebagai pesan yang patut diperhatikan dalam rangka menjaga kekayaan budaya. Sejalan dengan tema yang diangkat oleh 23 penyair yang tergabung dalam kumpulan puisi “Batu Pelangi” yang diterbitkan oleh Jambi Heritage dan THE SOMT adalah sebuah ‘sebuah sentuhan budaya’.
Penyair yang tergabung dalam “Batu Pelangi” secara langsung ataupun tidak langsung menjadi sentuhan budaya, hal ini muncul dalam puisi berjudul kereta waktu di langit purbakala,Rustam Affandy mampu membentuk kehidupan kolektif. Dalam sajaknya //aku membaca seribu tanda, ada kereta waktu yang berpacu menuju telaga menembusi debu-debu//dari batas, riwayat sudah bersolek melintasi sungai-sungai merakiti kenangan dari ayat-ayat//sudah beribu tahun, kita kan menembus langit peradaban//akankan bibir tetap tabu dan membantu di atas zaman// dari arca aku membaca tanda// (hal.65 – Batu Pelangi). Rustam, sangat terpengaruh oleh kondisi budaya yang perlu diselamatkan. Di sini yang perlu dicatat adalah ‘pengaruh’. Pengaruh tidak selalu berpihak pada yang lemah dan kuat, melainkan ada rasa pengayaan. Unsur-unsur budaya yang datang sebagai pengaruh seringkali memperkaya dan tidak menghapus unsur-unsur budaya yang dipengaruhinya.
Dalam kumpulan puisi “Batu Pelangi” cerminan budaya Jambi menjadi agenda proses kreatif yang tinggi. Hal ini muncul dengan konsep penulisan puisi menggunakan bahasa Jambi. Atau disebut sebagai sastra Jambi, yaitu sebuah sastra yang diungkapkan atau dilahirkan dan dimiliki oleh sastra Jambi dan oleh karenanya menggunakan bahasa Jambi sebagai media ungkapannya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan puisi Yupnical Saketi berjudul O Bumi Sailun Salimbai //... senandung jolo ...//ruak-ruak// ...//tiung//...//kuwau//...(hal.79-Batu Pelangi).
Penyair dalam kumpulan “Batu Pelangi” dalam menuliskan puisinya juga dipengaruhi oleh aspek kebudayaan Hindu-Budha, hal ini terlihat kuat sistem religi, bahasa, kesenian, ilmu pengetahuan, sosial, walaupun puisi yang diciptakannya ada kulturasi akibat kuatnya local genius dalam kebudayaan Jambi. Dilihat dari segi isi ada beberapa penyair yang menggungkapkan perasaan kesastraannya berupa perjalanan raja dan kerajaan. Berikut kutipan puisi berjudul Mungkin Akan Sampai Padamu karya Asro Al Murthaway, //mungkin akan sampai padamu//suatu waktu dalam perjalanan jiwamu//angan yang dibelah ingin//didedah rindu//menuntaskan gakau resah//sejarah yang terpernah terbaca di buku-buku//Melayu o melayu//inilah tepian mandi putri jelita itu//Dara Petak dan Dara Jingga// (hal.17-Batu Pelangi). Selain itu ciri khas budaya Jambi juga disuratkan dalam kutipan puisi berjudul Senandung Candi Muaro Jambi karya Bambang Setiawan, //menampar sudut hatiku disela-sela//Arca prajnyaparmita//Dwarapala//Gajahsimha//Umpak Batu//Lumpang lesung batu//Gong perunggu// (hal. 23-Batu Pelangi).
Kumpulan puisi “Batu Puisi” mempunyai nilai ‘sejarah’ dan mempunyai peran dalam menyampaikan pesan terhadap ancaman dan kemajuan budaya Jambi, khususnya Candi Muaro Jambi, sebagai bentuk peninggalan budaya yang perlu dilestarikan dan dijaga keanggunannya. Inilah bentuk kepedulian rekan-rekan penyair dalam mewadahi buah pikiran yang dihimpun dalam “Batu pelangi” yang diterbitkan Pusat Kajian Pengembangan Sejarah Budaya Jambi “Jambi Heritage” dengan The SOMT.
* Tulisan ini diterbitkan di Harian Pagi Jambi Ekspres, Minggu, 8 Januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar