Selamat Datang! Di Cafebahasa dan Opini-Bambang Setiawan-Blog Informasi dan Kumpulan Opini-Jangan lupa isikan Komentar Anda demi perbaikan ke depan-Kirim artikel anda untuk diposting-bbg_cla@yahoo.com

Kamis, 05 Juli 2012

Guru dan Pembelajaran

GURU DAN PEMBELAJARAN
Oleh: Bambang Setiawan, S.Pd

Ada benarnya jika pendidikan saat ini ibarat mobil tua. Semakin tua banyak masalah. Tidak berbeda dengan kondisi pendidikan saat ini. Seiring dengan perubahan alias memasuki era globalisasi membawa dampak yang besar dalam dunia pendidikan saat ini. Salah satu hal yang sangat penting adalah tuntutan perbaikan pola pendidikan. Dengan kata lain, para pendidik perlu menyesuaikan diri dengan perubahan teknologi yang serba cepat dan inovatif. Jika dicermati, perkembangan pendidikan saat ini, mengalami alienasi dari sistem sosial politik. Pendidikan yang seharusnya bertujuan untuk mencapai berdirinya suatu bangsa dalam kenyataannya justru bertentangan dengan tujuan tersebut. Kebijakan dalam dunia pendidikan akhir-akhir ini dirasakan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Secara nyata, masyarakat mengharapkan bahwa melalui pendidikan ada peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Idealnya sekolah sebagai tempat menimba ilmu harus kondusif, nyaman, tentram, aman, damai. Bertolak dari pandangan bahwa kegagalan dalam berbagai krisis multi dimensi yang dialami bangsa Indonesia merupakan cerminan kegagalan dalam bidang pendidikan. Pada tulisan ini penulis meminjam istilah Paul Suparno yang menyatakan bahwa “Pendidikan di Indonesia sekarang ini diibaratkan seperti mobil tua yang mesinnya rewel yang sedang berada di tengah arus lalu lintas di jalan bebas hambatan”. Dalam artian pendidikan saat ini dalam masalah besar. Apalagi dengan adanya program atau kebijakan-kebijakan pemerintah yang mencanangkan sekolah gratis.
Dalam hal ini penulis ingin mengajak pembaca, bagaimana anak didik kita agar mempunyai kualitas (SDM), dan bagaimana guru berperan dalam pendidikan. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 1989, pengertian siswa adalah “peserta didik”. Setiap jenjang pendidikan memakai batasan tentang umur siswa. Jika pendidikan dengan perbuatan mendidik di dalamnya dipahami sebagai memanusiakan manusia. Dalam batas tertentu siswa dipahami sebagai pribadi yang mempunyai cita-cita, dan kemampuan untuk mengambil manfaat dari setiap proses pendidikan. Selanjutnya guru adalah pekerjaan yang membutuhan profesi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya mengajar.  Kata guru dalam bahasa Arab disebut mu’allim, dan dalam bahasa Inggris disebut teacher adalah seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain.
Bagaimanapun juga sekolah akan nyaman, jika kondisi sekolahnya aman dan kondusif. Proses pembelajaran dan pendidikan di sekolah perlu didukung suasana kependidikan yang kondusif. Tugas pokok sekolah adalah mengajar (untuk memandirikan siswa). Kemandirian seorang siswa adalah hasil sebuah proses. Dalam keadaan yang nyaman, aman, siswa merasa kerasan untuk belajar. Merasa kerasan berarti merasa aman, bebas berkembang sesuai dengan kemampuannya (Suparno, 2001).
Semua orang tua murid (termasuk guru) tentunya mengharapkan terwujudnya kondisi pembelajaran yang kondusif melalui siswa aktif. Siswa aktif dalam proses pembelajaran, yaitu aktif berbuat dan aktif berpikir. Dengan demikian, siswa dapat mengembangkan  pemahaman dan mengubah pemahamannya menjadi semakin baik. Salah satu upaya untuk mewujudkan siswa aktif dalam proses pembejaran diperlukan proses kebiasaan. Untuk itu perlu adanya kecapakan pada diri siswa. Sudahkan siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:
a.    Kemampuan berkomunikasi
Dalam situasi apapun komunikasi sangat dibutuhkan, baik secara verbal ataupun non verbal. Tujuan adanya penguasaaan komunikasi tersebut adalah agar terjadi pemahaman yang benar (yang baik dan punya kadar keilmuan). Dengan demikian melalui proses berpikir dan berbuat, terhadap gagasan yang ditemukan, akhirnya siswa dapat mengembangkan menjadi pemahaman yang lebih luas dan lebih baik.
b.    Kemampuan bertanya
Siswa harus seperti ‘wartawan’ memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Ibarat ‘wartawan’ yang sedang memburu berita pada salah satu nara sumber. Wartawan dalam berburu hanya mengandalkan sejata “5W+1H”, sudah memperoleh hasil yang lengkap. Kalau siswa tidak memiliki kemampuan bertanya dapat dipastikan kondisi pembelajaran akan pasif. Dengan bertanya, maka dalam diri siswa terdapat keinginan untuk mengetahui melalui proses pembelajaran.
c.  Kemampuan pemencahan masalah
Pemencahan masalah adalah sama halnya dengan mencari jawaban. Setiap masalah pastinya ada solusi. Permasalahan yang muncul di dalam pembelajaran harus diselesaikan atau dicari jawabannya oleh siswa selama proses belajar. Dalam implementasinya pemencahan masalah dalam belajar dapat diselesaikan secara mandiri atau secara kelompok.
Siswa tentunya akan senang dan enjoy belajar jika guru dalam mengajar menggunakan beberapa model pembelajaran. Model-model pembelajaran di kelas sebenarnya banyak, diantaranya adalah model pembelajaran mecari pasangan, model pembelajaran bertukar pasangan, model pembelajaran berpikir-berpasangan-berempat, model pembelajaran berkirim salam dan soal, model pembelajaran kepala bernomor, model pembelajaran kepala bernomor terstruktur, model pembelajaran dua tinggal dua tamu, model pembelajaran keliling berkelompok, model pembelajaran lingkaran kecil lingkaran besar, model pembelajaran jigsaw, model pembelajaran problem base introduction (PBI), dll.
Dalam proses belajar mengajar memang perlu adanya pembelajaran yang konstruktivis. Untuk mencapai hal ini dapat digunakan beberapa contoh model pembelajaran  tersebut. Menurut filasat konstruktivisme, pengetahuan merupakan bentukan orang yang sedang belajar (St. Kartono, 2001:44). Dalam konteks sekolah, pengetahuan yang diperoleh siswa selama proses pembelajaran merupakan hasil bentukan siswa sendiri. Pengetahuan yang dibentuk dengan sendirinya harus memunuclkan dorongan untuk mencari atau menemukan pengalaman baru. Pembelajaran yang menekankan proses pembentukan pengetahuan oleh siswa sendiri dinamakan pembelajaran yang konstruktiv. Dalam proses pembelajaran seperti ini, aktivitas siswa  sangat diperlukan, dengan demikian siswa mengalami perkembangan pemikiran.
Selain model pembelajaran tersebut, guru dapat memodifikasi pengelolaan pembelajaran dengan menggunakan tiga (3) langkah, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Apa yang harus dipersiapkan guru sebelum mengajar? Tidak dapat dipungkiri bahwa guru yang profesional selalu menyiapkan diri untuk mengajar muridnya dengan baik. Sebelum mengajar guru yang harus dipersiapkan diantaranya adalah; (a) mempersiapkan bahan yang mau diajarkan (sesuai dengan RPP), (b) mempersiapkan alat peraga yang akan digunakan jika diperlukan, (c) mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk merangsang siswa aktif belajar, (d) mempelajari keadaan siswa, mengerti kelemahan dan kelebihan siswa, (e) mempelajari pengetahuan awal siswa.
Selanjutnya, selama proses pembelajaran guru harus; (a) mengajak siswa aktif belajar, (b) siswa dibiarkan untuk bertanya, (c) jika diperlukan menggunakan metode ilmiah dalam proses penemuan ide, gagasan, pemikiran (sehingga siswa merasa menemukan sendiri pengetahuan mereka), (d) mengikuti pikiran dan gagasan siswa (dengan arahan yang tepat), (e) menggunakan variasi model pembelajaran, (f) menerima jawaban alternatif dari siswa, (g) kesalahan konsep siswa ditunjukkan dengan arif, (h) siswa diberi kesempatan untuk berpikir dan merumuskan gagasan mereka, (i) siswa diberi kesempatan untuk mencari pendekatan dengan caranya sendiri dalam belajar, (j) tidak mencerca siswa yang berpendapat salah, (k) evaluasi kontinu dengan segala proses.
Kemudian sesudah proses pembelajaran atau disebut dengan tahap evaluasi diantaranya adalah; (a) guru memberikan pekerjaan rumah, mengumpulkannya, dan mengoreksinya, (b) memberi tugas lain untuk pendalaman, (d) tes yang membuat siswa berpikir, bukan hafalan. Maka dari itu sikap perlu dimiliki oleh guru menurut R. Rohandi dan G. Sukandi (2001:46) adalah (a) siswa tidak dianggap seperti tabulasa rasa, tetapi subjek yang sudah tahu sesuatu, (b) model kelas; siswa aktif dan guru menyertai, (c) bila ditanya siswa dan tidak bisa menjawab, tidak perlu marah dan mencerca, (d) menyediakan ruang tanya jawab dan diskusi, (e) guru dan siswa saling belajar (f) hubungan gurus siswa yang diagonal, (g) pengetahuan yang luas dan mendalam, (h) mengerti konteks bahan yang akan diajarkan.
Namun demikian, yang menjadi catatan penting dan sangat tidak dianjurkan adalah proses pembelajaran dengan metode ceramah, di mana guru mendominasi pembicaraan sementara siswa terpaksa atau bahkan dipaksa untuk hanya duduk, mendengar, dan mencatat. Guru yang profesional harus meninggalkan metode ceramah (satu arah).
Untuk menjaga mutu guru dan profesionalitasnya, guru harus selalu menjadi orang yang selalu menjadi orang yang selalu ingin belajar untuk meningkatkan diri. Guru yang aktif mengajar di sekolah selalu membutuhkan serta mencari tempat dan sarana untuk mengembangkan dirinya. Tuntutan dan tantangan untuk menjadikan guru dan calon guru yang profesional (otonom) tidak mudah dan sungguh berat dalam perwujudannya. Apalagi pada saat ini, baik guru atau calon guru merasa tidak gembira dan puas atas statusnya sebagai guru. Kita harus realistis bahwa untuk menuntut guru yang otonom dan profesional harus ada imbalan/insentif yang sepadan dan menarik bagi mereka. Pemberian gaji yang memadai dan penghargaan lain yang layak terhadap profesi guru dapat mempengaruhi dan menumbuhkan minat untuk menjadi guru yang profesional. Namun demikian, jangan kuatir, pemerintah telah berlapang dada memberikan kesempatan kepada guru untuk mengikuti sertifikasi guru.
Kunci menjadikan pendidikan nasional yang bermutu dan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi terletak pada seorang guru. Maka dari itu, perlu ditingkatkan martabat dan kualitas guru, karena tanpa kualitas guru yang berkualitas tidak mungkin bangsa ini mempunyai pendidikan yang berkualitas. Maka dari itu, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen diharapkan mampu meningkatkan martabat dan kualitas guru dan dosen di Indonesia.
Seorang guru yang profesional dituntut memiliki kompetensi pedagogis dan spiritual juga kompetensi personal dan sosial yaitu menyangkut komitmen personal yang memungkinkan seorang guru mengajar menjadi sebagai agent of change sehingga kompetensi yang dimaksud menjadi sebuah life skilli life skili yang dikombinasikan dengan pengetahuan (kowledge) dan keterampilan.

Penulis adalah staf pengajar di SMA Pelita Raya Jambi, Jl. Kopral Ramli Nomor 89 Pasir Putih-Kelurahan Talang Bakung-Kecamatan Jambi Selatan-Kota Jambi.
CP. 085266704488/ 085664237881


Tidak ada komentar:

Posting Komentar