MAJU DAN MELANGKAH BERSAMA DALAM PERBEDAAN
Oleh : Yuli Maryati,SE
Tanpa kita ketahui dan kita sadari, saat ini dalam tiap 88 kelahiran,salah satunya adalah bayi penyandang Autisme (berdasarkan sumber dari CDC Division of News and Electronic Media US,29 Maret 2012).Jumlah ini tidak termasuk bayi-bayi yang di lahirkan dengan membawa ‘kelainan-kelainan’ lain ,seperti Hyperaktif,ADHD,Learning Differences/Difficulties,Down Syndrome,dan sebagainya (termasuk juga Tuna Daksa,Tuna Grahita,Tuna Rungu,dll). Autisme sendiri adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak (meliputi gangguan komunikasi,interaksi dan perilaku) dan seringkali gejala awalnya sudah tampak saat anak berusia di bawah 3 tahun. Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Atau lebih tepatnya di Jambi?...
Mampukah kita membayangkan berapa banyak jumlah mereka? Lalu setelah mereka memasuki usia
sekolah,kemana mereka akan menimba ilmu? Sekolah mana yang mau menerima mereka dengan segala keterbatasan dan keunikan yang mereka punya? Selama ini hanya SLB (Sekolah Luar Biasa) yang menjadi lembaga pendidikan buat mereka,dimana mereka akan bergaul dan berkumpul dengan teman-teman senasib. Padahal berbagai penelitian menunjukkan bahwa mereka yang dulu disebut anak cacat ini (untuk menghindari konotasi negatif,kini mereka lebih biasa disebut sebagai special need atau anak berkebutuhan khusus),mereka berhak berada di lingkungan yang lebih riil,karena pertama di dunia kerja yang kelak akan mereka jalani,mereka tak hanya berkumpul dengan orang-orang yang special need. Kedua mereka terbukti jauh lebih mampu mengembangkan potensi,jika mereka bergaul dan di terima anak-anak ‘normal’.
Education for all... yang di gaungkan pada Deklarasi Salamanca (UNESCO,1994)setidaknya telah menjadi tombak perubahan pandangan remeh terhadap kesempatan untuk berpendidikan bagi semua anak yang terlahir ‘istimewa’.Deklarasi Salamanca menekankan bahwa selama memungkinkan,semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Sebagai bagian dari umat manusia yang mempunyai tata pergaulan Internasional,Indonesia (tepatnya Jambi) tidak dapat begitu saja mengabaikan deklarasi UNESCO tersebut di atas. Setidaknya pencangan program Sekolah Inklusi dari Pemerintah Pusat melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nasional merupakan bukti bahwa telah ada perhatian dan kesempatan yang diberikan untuk si’istimewa’ duduk dan belajar bersama dengan teman-teman mereka yang terlahir ‘normal’ yang selama ini selalu menjadi beban fikiran bagi para orang tua yang mempunyai anugerah memiliki anak ‘istimewa’ini.
Sekolah Inklusi tidak perlu lagi menjadi momok bagi orang tua anak-anak yang terlahir ‘normal’. Apalagi jika mengkhawatirkan proses pembelajaran akan terganggu karena ada siswa berkebutuhan khusus di kelas anak mereka. Justru sekolah Inklusi memberikan ruang bagi siswa normal untuk menerapkan rasa toleransi dan saling menghargai semua teman tanpa melihat perbedaan yang ada. SLB (Sekolah Luar Biasa) memang tempat yang sering di sarankan buat pelayanan pendidikan ABK (Anak Berkebutuhan Khusus).Namun SLB tidak sepenuhnya menjadi pilihan yang tepat terutama untuk perkembangan sosial Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Setiap anak membutuhkan tempat berkembang yang normal meski ABK sekalipun. ABK punya hak untuk mengenyam pendidikan layaknya anak normal lainnya. Sekolah formal sebenarnya tempat bersosialisasi yang cocok buat ABK agar mereka mampu bersosialisasi dengan lingkungannya secara dekat. Di sekolah formal ABK akan terbiasa bergaul dengan lingkungan yang semestinya, sehingga saat keluar dari sekolah mereka akan lebih mudah beinteraksi dengan masyarakat. Perlakuan yang wajar dari orang di sekitarnya akan membuat perkembangan psikologis ABK akan semakin membaik. Bahkan, bukan tidak mungkin kekurangan atau keterbatasan yang mereka miliki akan berkurang karena rasa percaya diri yang mereka miliki.
Menerima ABK dengan berbagai keterbatasannya di sekolah formal memang bukan pekerjaan mudah. Apalagi, sekolah harus menyediakan fasilitas khusus, hingga Guru Khusus untuk mendampingi ABK selama di sekolah. Butuh kerja keras manajemen sekolah dan kerelaan para orang tua siswa normal untuk lebih memahami kebutuhan ABK, dan bisa menerima kehadiran mereka dengan tangan terbuka.
Awalnya sulit bagi saya untuk menerapkan pola pendidikan Inklusi ini, karena takut siswa normal merasa terganggu kegiatan belajar mengajarnya karena kehadiran ABK. Belum lagi komentar-komentar dan sikap orang tua yang menolak ABK. Tetapi berkat keyakinan, kerja sama pihak Sekolah Reguler , GPK (Guru Pendamping Khusus) dan Wali Murid, membuat kehadiran siswa ABK menjadi positif bagi siswa ‘normal’,karena mereka mampu menerapkan praktek pelajaran moral dan sosial yang biasanya hanya di ajarkan lewat pelajaran tertentu. Sebagian besar siswa justru jadi memiliki rasa toleransi yang tinggi terhadap teman mereka yang berstatus ABK dengan segala keterbatasan dan keunikan yang mereka miliki.
Melalui pendidikan Inklusi, Anak berkebutuhan di didik bersama-sama dengan anak lainnya untuk mengoptimalkan potensi yang di milikinya. Hal ini dilandasi dengan kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkebutuhan khusus (ABK) yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas. Sesuai dengan tujuan pendidikan kita yaitu membuat setiap Individu dan masyarakat menikmati hak dan tanggung jawabnya, meningkatkan demokrasi, membentuk masyarakat yang bertanggung jawab dan peduli dengan menekankan pentingnya falsafah pendidikan.
Dengan di keluarkannya Permen Diknas No.70 bulan Oktober 2009 semakin menunjukkan dukungan dan keseriusan pemerintah terhadap pendidikan ABK. Ini pula yang semakin memotivasi saya yang mengajar (Terapis) sekaligus sebagai Guru Pendamping Khusus pada program Inklusi di Sekolah Autis Harapan Mulia untuk semakin serius dan semangat dalam menangani “Anak-Anak Istimewa”. Sekolah Autis Harapan Mulia sendiri merupakan Sekolah yang memberikan pelayanan terapi/khusus bagi Anak Berkebutuhan yang mayoritas merupakan anak-anak penyandang Autisme dan menjalin kerja sama dengan sekolah reguler yang mau menerima kehadiran anak-anak ‘istimewa’ kami di sekolah mereka dalam program Inklusi.
Untuk anak yang sudah menunjukkan perkembangan yang baik, kami mencoba membawa mereka ke Sosialisasi belajar di kelas yang lebih besar dan ramai (TK,SD ataupun SMP). Banyak faktor yang mendukung terlaksananya program Inklusi di lingkungan Yayasan Pendidikan Harapan Mulia, Diantaranya:
• Tersedianya tenaga Guru Pendamping Khusus (GPK) yang merupakan Terapis dari ABK sendiri sehingga karakter dan kondisi anak benar-benar sudah di fahami.
• Telah merintis dan bekerja sama dengan pihak sekolah reguler (SDN 28/IV Jambi dan SMPN 6 Kota Jambi) sebagai sekolah induk yang bersedia menerima kehadiran Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk belajar dan maju bersama dengan anak-anak yang lain.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa pada prinsipnya pendidikan Inklusi itu sendiri adalah melayani ABK sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang mereka miliki di dalam satu system pembelajaran bersama tanpa melihat perbedaan yang mereka miliki.
Pada pelaksanaan program Inklusi peran Guru Kelas juga menjadi penting karena Guru Kelas harus mampu menciptakan suasana kelas yang kondusif sehingga murid-murid lain menjadi mau dan bisa menerima kehadiran teman istimewanya untuk dapat belajar,bergaul dan berkembang bersama tanpa melihat perbedaan. Guru kelas juga diharapkan mampu menciptakan proses belajar mengajar yang melibatkan ABK, Menerapakan peraturan / disiplin kelas yang sama dan tidak terlalu mengistimewakan ABK. Untuk itu, kolaborasi antara guru kelas dan GPK harus benar-benar kompak menjadi satu team yang tidak bisa berdiri sendiri-sendiri.
Penerapan program Inklusi di lingkungan Yayasan Pendidikan Harapan Mulia (Sekolah Autis Harapan Mulia, SDN 28/IV Kota Jambi dan SMPN 6 Kota Jambi) sendiri juga sebagai tolak ukur kerberhasilan terapi/layanan khusus bagi ABK yang mengikuti program terapi di Sekolah Autis Harapan Mulia. Setidaknya sebagai media pembelajaran dalam hal Sosialisasi dan Akademik.
Disamping itu juga untuk memberi kesempatan bagi ABK yang dianggap mampu dalam hal :
• Kontrol Prilaku dan Emosi
• Komunikasi
• Sosialisasi dan
• Akademik
untuk mengenyam pendidikan formal, bergaul dan membaur dengan lingkungan sosial yang sesungguhnya.
Hal tersebut diatas yang mendorong dan memotivasi saya juga teman-teman terapis yang sekarang sekaligus menjadi GPK untuk mendampingi anak-anak ‘istimewa’ ini berjuang melawan keterbatasan yang mereka miliki dan dari sikap lingkungan yang meremehkan, mencemooh, mengejek, dan mengucilkan program ini. Kami terus berusaha menunjukkan kepada semua, sisi lain dari ABK kami yang pada awalnya mereka sepelekan dan ternyata justru membuat pandangan mereka tersentak sendiri.
Perjuangan dan usaha kami tidak sia-sia karena 2 orang siswa ABK yang sekarang Inklusi di kelas VII dan kelas VIII SMPN 6 Kota Jambi berhasil maju membawa nama Provinsi Jambi ke ajang Nasional untuk mengikuti Lomba OSN yang akan dilaksanakan di Pulau Dewata (Bali) September 2012 nanti untuk bidang lomba IT dan Wira Usaha. Belum lagi prestasi dan kemampuan-kemampuan positif lainnya yang perlahan mampu di tunjukkan ABK pada lingkungan dan masyarakat yang semakin membuat kehadiran mereka tidak lagi di pandang sebelah mata.
Saya hanya menyadari satu hal bahwa anak adalah karunia. Kehadirannya di sambut dengan suka cita dan penuh harapan.Kelak mereka lah yang jadi tumpuan dan harapan untuk meneruskan kebesaran bangsa ini.Adanya program Inklusi benar-benar menunjukkan bahwa ABK dengan segala keterbatasan yang dimilikinya tetap mendapat kesempatan yang sama tanpa harus di diskriminasikan. Dalam tulisan ini saya mencoba menggambarkan betapa program Inklusi yang dengan tegas di canangkan pemerintah menjadi angin segar buat semua orang tua yang mendapatkan titipan malaikat istimewa ini.
Betapa program Inklusi telah memacu semangat orang tua dan kami pengajar anak nya untuk terus menggali potensi yang di miliki ABK,karena yang terpenting bukanlah Bahasa atau Siapa yang menulis ini tetapi isi dari tulisan ini yang ingin saya coba sampaikan seluas-luasnya sebagai upaya untuk mensosialisasikan betapa besar manfaat Inklusi ke masyarakat luas.
Semoga ke depan apa yang menjadi tujuan dan target dari pelaksanaan program Inklusi benar-benar terwujud. Saya dan teman-teman di Sekolah Autis Harapan Mulia akan terus berupaya untuk mewujudkannya.
Seperti makna dalam kalimat bijak di bawah ini:
“Selayak nya lah kita mengakui dan menghormati adanya perbedaan,sampai perbedaan itu menjadi
sama sekali tidak berbeda...karena,meski berbeda mereka tetap istimewa”
(Adela A.Allen)
Jambi, Juni 2012
Identitas Penulis
Nama : Yuli Maryati,SE
Nama Sekolah : Sekolah Autis Harapan Mulia
Alamat Sekolah : Jl.H.Kamil no.72 Kel.Wijaya Pura Kec.Jambi Selatan
No.HP : 0852 6622 3278
Tidak ada komentar:
Posting Komentar