Selamat Datang! Di Cafebahasa dan Opini-Bambang Setiawan-Blog Informasi dan Kumpulan Opini-Jangan lupa isikan Komentar Anda demi perbaikan ke depan-Kirim artikel anda untuk diposting-bbg_cla@yahoo.com

Kamis, 05 Juli 2012

Pendidikan Anti Korupsi Bagi Generasi Penerus

PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI BAGI GENERASI PENERUS DARI SEBUAH NEGARA DENGAN JULUKAN “ THE ENVELOPE COUNTRY”
Oleh :MULYANI

Indonesia memiliki indeks persepsi korupsi 8,32 pada tahun 2009 dan 9,10 pada tahun 2010, serta menempatkannya sebagai negara terkorup di Asia yang berada di bawah Vietnam dan Filipina (versi Political and Economic Risk Consultantcy Ltd (PERC)). Sedangkan versi Transparency International (TI) indeks persepsi korupsi Indonesia berada pada angka 2,8 dengan rangking 110 dari 178 negara pada tahun 2009 dan angka 2,8 dengan rangking 110 dari 180 negara terkorup pada tahun 2010. (sumber:Republika.co.id, Senin, 12 September 2011, 20:22 WIB). Koran Singapura, The Strait Time pernah menjuluki Indonesia sebagai the envelope country karena di negara kita segala sesuatu bisa dibeli, baik itu para penegak hukum seperti hakim, jaksa, polisi, maupun para birokrat , petugas pajak atau yang lain. Intinya semua hal bisa lancar bila ada “amplop”.

Hal  yang paling mengejutkan adalah sektor pendidikan merupakan sektor diurutan pertama yang merupakan sektor terkorup selama tahun 2011(versi ICW) sebagaimana yang terlihat pada tabel dibawah ini:
No    Keterangan    Kasus
1    Pendidikan    54
2    Keuangan Daerah    51
3    Sosial Kemasyarakatan    42

Dengan kondisi seperti ini penanaman nilai-nilai yang mengajarkan kejujuran sangat diperlukan dalam setiap proses  pembelajaran dalam system pendidikan dinegara kita. Maka timbullah pertanyaan” perlukah diadakan semacam kurikulum khusus untuk pendidikan anti korupsi disekolah- sekolah maupun diperguruan tinggi?” Sebagaimana tajuk yang diterbitkan oleh KOMPAS.COM edisi 23 Juni 2012 dengan judul KPK Siapkan Modul Pendidikan Anti-Korupsi, dijelaskan bahwa dalam rangka mengatasi masalah korupsi maka pendidikan antikorupsi akan segera dilaksanaakan mulai dari ditingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Bahkan modul khusus pendidikan antikorupsi yang nantinya akan digunakan  sudah dirancang oleh KPK dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Untuk jenjang pendidikan tinggi nantinya akan dimasukkan dalam mata kuliah khusus, sedangkan untuk tingkat sekolah, mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) akan menjadi sarana dalam menyampaikan nilai-nilai pendidikan antikorupsi.
Apakah usaha ini akan membuahkan hasil? Bukan hendak berfikir skeptis mengenai rencana yang telah disusun oleh KPK dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan ini, akan tetapi sedikit berkaca dengan hasil dari pelaksanaan penataran P4 yang dinilai gagal dalam mencetak generasi pancasilais yang berwawasan pancasila dan menerapkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagaimana yang disampaikan oleh Syafii Maarif (mantan ketua umum pengurus pusat Muhammadiyah) bahwa model penataran P4 berujung kegagalan karena hanya berupa penataran dan penyampaian materi tanpa contoh figur riil dalam penerapnnya. Sebenarnya pendidikan antikorupsi lebih dari hanya sekedar “modul” atau mata kuliah dengan jumlah SKS tertentu yang nantinya akan diberikan nilai tertulis diatas secarik kertas. Hanya dengan menghapal materi pelajaran yang terdapat dalam  modul seorang mahasiswa bukan tidak mungkin akan memperoleh nilai A dalam mata kuliah pendidikan antikorupsi. Kemudian apakah dengan nilai “A” tersebut akan menjamin mahasiswa tersebut tidak akan melakukan tindak pidana korupsi? Begitu juga dengan para pelajar yang akan dapat memperoleh nilai PPKn yang tinggi di sekolah akankah menjamin anak tersebut akan tumbuh menjadi seorang penerus bangsa yang anti korupsi?
Anak-anak didik kita adalah ibarat kain kanvas putih polos dan bersih yang siap diberi guratan dengan berbagai warna. Apa saja yang mereka dengar, lihat, dan rasakan akan memberikan pengaruh terhadap pola fikir maupun tingkah lakunya dalam menjalani kehidupaan. Nama-nama Gayus tambunan, Angelina sondakh menjadi akrab dikalangan anak-anak sekolah dasar, karena tayangan berita yang tidak jarang memberitakan secara eklusif kasus-kasus korupsi dinegara kita. Tayangan berita tindak kriminal dan pelanggaran hukum termasuk tindakan korupsi jika diberitakan tanpa adanya filter ataupun penjelasan khusus yang menunjukkan bahwa tindakan tersebut merupakan tindakan yang tidak baik. Bukan tidak mungkin malah akan menjadi contoh nyata bagi anak-anak kita penerus bangsa ini, untuk melakukan tindakan yang sama, karena dianggap sebagai sesuatu yang lumrah untuk dilakukan. Banyaknya contoh-contoh nyata mengenai bobroknya penegakan hukum di negara kita termasuk dalam penanganan kasus korupsi dimana para koruptor bisa mendapatkan hukuman yang sama atau bahkan lebih ringan dari seorang pelaku pencurian sandal jepit ataupun pencuri 1 tandan kelapa sawit secara nyata mengajarkan kepada anak-anak kita bahwa berbuat salah itu tidak harus dibayar mahal, dengan suap hukum bisa dibeli. Asalkan ada uang segala sesuatu bisa dibeli. Bahkan dinegara kita ini sepertinya law is nothing when have to deal with money. Oleh karena itu, menjadi suatu keharusan bahwa perlu dilakukan pendidikan anti korupsi untuk membentengi generasi penerus bangsa ini dari julukan the next generation  of the envelope country yang akan mewarisi budaya korupsi dikemudian hari.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia” : Korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti pengertian penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya (Poerwadarminta : 1976). Sebenarnya perilaku korupsi sangat berkaitan dengan nilai-nilai kejujuran yang dimiliki atau dipegang teguh oleh seorang individu. Sejalan dengan pencanangan pendidikan berkarakter dalam system pendidikan di Indonesia dimana salah satu dari 18 karakter yang harus ditanamkan kepada para peserta didik adalah nilai kejujuran. Maka memang menjadi sesuatu yang sangat crucial untuk menanamkan pemahaman kepada anak didik bahwa tindakan korupsi adalah sesuatu perbuatan tercela di hadapan hukum dunia terlebih lagi dihadapan Tuhan. Nilai-nilai kejujuran adalah salah satu nilai terpenting yang harus dimiliki dan dipraktikkan oleh seluruh elemen dalam rangka mengurangi tingkat korupsi di negara kita. Jika nilai kejujuran sudah tertanam sejak dini maka diharapkan nantinya generasi penerus kita tidak akan tergiur dan ikut serta dalam tindakan korupsi baik secara individu maupun secara berjama’ah. Dalam ajaran Islam jelas diajarkan bahwa kejujuran adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan oleh manusia. Hal ini sesuai dengan  yang terdapat dalam hadits yang shahih bahwa Nabi bersabda,“Senantiasalah kalian jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa kepada surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan karena kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta.”
    Akan tetapi pelajaran khusus anti korusi tidak akan mampu berdampak significant dalam membentuk generasi yang anti korupsi. Lebih dari itu contoh atau suri tauladan lah yang akan berbicara banyak walau tanpa sepatah katapun, perilaku berupa suri tauladan yang baik akan lebih membekas pada perubahan perilaku peserta didik. Jika data ICW menunujukkan bahwa sektor pendidikan di Indonesia masuk kedalam kategori sektor terkorup bagaimana mungkin akan mampu terwujud generasi penerus bangsa yang anti korupsi hanya dengan sebuah “modul” ataupun “mata pelajaran khusus antikorupsi”. Jikalau seorang pendidik menelantarkan anak didiknya dikelas dan tidak mengajar dengan “benar” apakah tidak mengajarkan contoh kecil “korupsi” kepada para peserta didik? Seorang pendidik yang sering masuk kelas terlambat dan hanya memberikan catatan di papan tulis lalu meninggalkan anak didiknya untuk mengobrol diruang guru apakah tidak mengajarkan kepada anak didik untuk mulai memahami bagaimana melakukan “korupsi”?
    Tindakan korupsi sudah berakar dalam budaya bangsa kita dan melekat erat dan menjadi suatu hiden system dalam tatanan masyarakat. Untuk itu pendidikan anti korupsi seyogyanya menjadi sesuatu yang harus sama-sama disepakati oleh seluruh elemen masyarakat. Dimulai dari keluarga berkolaborasi dengan pendidikan disekolah dan perguruan tinggi serta dicontohkan secara nyata dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Mulai dari yang kecil, mulai dari diri sendiri dan mulai dari saat ini. Pembuatan kotak kejujuran yang diletakkan dikelas-kelas sebagai media bagi para peserta didik untuk berperilaku jujur dengan meletakkan setiap barang temuan yang didapatnya dilingkungan kelas pada kotak tersebut sehingga nantinya orang yang kehilangan barang-barang tersebut dapat menemukannya kembali di kotak kejujuran, juga dapat menjadi sarana praktik nyata dalam membentuk karakter jujur.  Para pendidik dan orang tua akan sangat menentukan keberhasilan dari upaya pendidikan anti korupsi bagi para generasi penerus bangsa ini. Sebisa mungkin seorang pendidik harus mampu menunjukkan contoh nyata perilaku yang mencerminkan tindakan antikorupsi disamping menyampaikan nilai-nilai kejujuran dan antikorupsi kepada peserta didik. Sehingga perilaku anti-korupsi bisa ditularkan kepada para peserta didik. Karena 1 tindakan real akan lebih berdampak dari pada 1000 kalimat tanpa contoh tindakan real yang dapat dilihat.
                                                                                                                                                                        
BIODATA PENULIS
Nama        : Mulyani
Asal Sekolah    : SD IT Nurul ‘Ilmi Jambi
Alamat email    : m_yaniez@hayoo.co.id
No. Hp        : 08973637370

Tidak ada komentar:

Posting Komentar