Jati Diri Guru dan Integritas adalah Proses Pendidikan karakter
Oleh: Riska Laily
Sebelum menyampaikan apa yang saya tulis berikut ini, mari kita merenung sama-sama merenung sejenak apakah kita termasuk guru yang seperti ini:
Mengapa Peserta didik jenuh terhadap guru?
Suara anda terlalu datar.
Raut wajah anda tanpa ekspresi
sibuk berada dibelakang meja saat pembelajaran berlangsung.
Baru memulai pembelajaran langsung melakukan ceramah, dan tidak ada pemanasan seperti permainan atau hal yang membuat peserta didik terbuka pikirannya dan menjadi semangat.
Guru miskin gerak, lakukan gerakan bersama agar peserta didik anda menjadi fokus.
Maunya anak langsung bisa menguasai pembelajaran, tanpa mengedepankan unsur kolaborasi antar dalam pembelajaran.
Tidak punya prosedur rutin di kelas, peraturan serta konsekuensi.
Membiarkan virus ‘kemalasan’ menyebar. Saat anda mendiamkan peserta didik yang berbuat melanggar peraturan maka yang lain jadi malas melakukan hal yang baik saat anda berada di kelas.
Jarang senyum
Terlalu banyak humor dan tidak serius.
Jati guru dipertanyakan,......
Menjadi profesional adalah tuntutan setiap profesi, seperti dokter, insinyur, pilot, ataupun profesi yang telah familiar ditengah masyarakat. Akan tetapi guru...? Sudahkah
menjadi profesi yang paling diatas. Guru jelas suatu profesi. Akan tetapi sudahkah anda menjadikan sebuah profesi yang profesional...?. Minimal menjadi guru harus memiliki keahlian tertentu dan distandarkan secara kode keprofesian. Apabila keahlian tersebut tidak dimiliki, maka tidak dapat disebut guru.
Artinya tidak bisa semua orang menjadi guru, menjadi profesional, berarti menjadi ahli dalam bidangnya. Dan seorang ahli, tentunya berkualitas dalam melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi tidak semua ahli dapat menjadi berkualitas. Karena menjadi berkualitas bukan hanya persoalan ahli, tetapi juga menyangkut persoalan integritas dan personaliti.
Dalam perspektif pengembangan sumber daya manusia, menjadi profesional adalah satu kesatuan antara konsep personaliti dan integritas yang dipadupadankan dengan skill atau keahliannya.
Mengingat guru adalah profesi yang sangat idealis, pertanyaannya adakah guru profesional itu...? Dan bagaimana melahirkan sosok guru yang profesional tersebut...? Guru Profesional, Kalau mengacu pada konsep di atas, menjadi profesional adalah meramu kualitas dengan intergiritas, menjadi guru pforesional adalah keniscayaan. Namun demikian, profesi guru juga sangat lekat dengan peran yang psikologis, humannis bahkan identik dengan citra kemanusiaan. Karena ibarat sebuah laboratorium, seorang guru seperti ilmuwan yang sedang bereksperimen terhadap nasib anak manusia dan juga suatu bangsa. Guru memiliki skill/keahlian dalam mendidik atau mengajar, menjadi guru mungkin semua orang bisa. Tetapi menjadi guru yang memiliki keahlian dalam mendidikan atau mengajar perlu pendidikan, pelatihan dan jam terbang yang memadai.
(1) Memiliki kemampuan intelektual, Kemampuan memahami visi dan misi pendidikan serta keahlian mentrasfer ilmu pengetahuan atau metodologi pembelajaran dan memahami konsep perkembangan anak/psikologi perkembangan. Hal yang lain perlu dipahami oleh guru adalah kemampuan mengorganisir, problem solving dan kreatif dan memiliki seni dalam mendidik.
(2) Personaliti guru, profesi guru sangat indetik denganperan mendidik seperti mambimbing, mambina, mangasuh atau mengajar.ibarat sebuah lukisan yang akan dicontoh anak didiknya, baik buruk lukisan tersebut tergantung contohnya.guru (digugu dan ditiru) otomatis menjadi teladan bagi peserta didik.
(3) Program profesionalisme guru, berikut beberapa program yang berkualitas yang dapat diikuti oleh guru:
(1) Pola rekruitmen yang berstandar dan selektif
(2) Pelatihan yang terpadu, berjenjang dan berkesinambungan (long life eduction)
(3) Penyetaraan pendidikan dan membuat standarisasi mimimum pendidikan
(4) Pengembangan diri dan motivasi riset
(5) Pengayaan kreatifitas untuk menjadi guru karya (Guru yang bisa menjadi guru)
(6) Peran Manajeman Sekolah
(7) Fasilitator program Pelatihan dan Pengembangan profesi
(8) Menciptakan jenjang karir yang fair dan terbuka
(9) Membangun manajemen dan sistem ketenagaan yang baku
(10) Membangun sistem kesejahteraan guru berbasis prestasi
Saat ini kesulitan pilihan hidup menjadi pendidik lebih berat dari masa sebelumnya. Diluar tantangan masalah ekonomi dan gaya hidup materialistik, hanya seorang guru yang mempertahankan idealisme memfasilitasi anak didiknya, menumbuhkembangkan jatidiri yang berkarakter yang bisa mempertahankan kehormatan kehormatan sebagai pendidik. Artinya idealnya seorang guru harus memberikan dirinya secara total bagi dunia pendidikan, sebuah keadaan yang berat di tengah semua persoalan hidup yang harus dihadapi oleh seorang guru. Maka perlu ada strategi untuk menyiasati beban-beban struktural-administratif kependidikan agar tidak menjerat guru kedalam perangkap yang melelahkan sehingga mereka melepaskan idealisme dan semangat yang dibutuhkan. Strategi ini antara lain adalah menciptakan kondisi yang memacu untuk terus menerus belajar.
Guru yang berkualitas selalu mengembangkan profesionalisme secara penuh, dia tidak merengek-merengek meminta diangkat sebagai pegawai negeri atau guru tetap sebab pekerjaannya telah membuktikan, kinerjanya layak dihargai. Mungkin ini salah satu alternatif yang bisa dilakukan guru untuk mengembangkan dan mempertahankan idealismenya pada masa sulit. Namun, idealisme ini akan kian tumbuh jika ada kebijakan politik pendidikan yang mengayomi, melindungi, dan menghargai profesi guru. Pemerintah sudah seharusnya menggagas peraturan perundang-undangan yang melindungi profesi guru, tidak peduli apakah itu guru negeri atau swasta, dengan memberi jaminan yang diperlukan agar kesejahteraan dan mertabat guru terjaga. Visi guru sebagai pelaku perubahan dan pendidik karakter, menjadikan sebagai pelaku perubahan yang harus ditampilkan pertama sekali dari dalam diri guru itu sendiri. Hal inilah yang menjadi pemikiran dan strategi utama bagi para guru agar mampu menjadi pelakuperubahan dan pendidik berkarakter yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat kita dewasa ini.
Integritas....
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dinyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pembelajaran yang paling efektif adalah melalui keteladanan. Guru hendaknya bisa menjadikan dirinya sebagai model bagi peserta didiknya sehingga mereka bisa mengikuti perilaku terpuji yang ditunjukkan oleh guru-gurunya. Guru sebagai umat beragama tentunya, tidak ada yang mau dilabelisasi dengan orang munafik, yang lain ucapan dan lain pula perbuatannya. Untuk kelompok orang tersebut akan diancam oleh Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS.61:2-3).
Integritas berarti mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran. Seseorang yang memiliki integritas pribadi akan tampil penuh percaya diri, anggun, tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang sifatnya hanya untuk kesenangan sesaat. Peserta didik yang memiliki integritas lebih berhasil ketika menjadi seorang pemimpin.
Untuk mengajarkan integritas ini, guru perlu mengajak diskusi dengan para siswa mengenai tokoh-tokoh yang bisa diteladani, para pahlawan bangsa, dan contoh-contoh perilaku yang kontraproduktif dengan pembangunan integritas pribadi ini sehingga harus dihindari. Guru harus juga selalu menjaga satunya perkataan dan perbuatan, menepati janji, dan tegas dalam mengambil dan mengamankan keputusan yang dibalut dengan sikap ramah dan terpuji. Sekali waktu peserta didik perlu diberi kesempatan untuk memimpin diskusi guna pengambilan keputusan penting bagi kemajuan kelas, dan memastikan bahwa hasil keputusan kelas benar-benar dijalan oleh seluruh kelas. Guru memang harus kreatif agar bisa memberikan yang terbaik demi keberhasilan pendidikan bagi para peserta didik.
Pendidikan Berkarakter....
Asal kata ”karakter” berasal dari bahas latin “kharakter”, “Kharassein”, dan “kharax”, yang maknanya “tools for marking”, “to engrave”, dan “pointed stake”. Kata ini mulai banyak digunakan (kembali) dalam bahasa Prancis “caractere” pada abad ke-14 dan kemudia masuk ke dalam bahasa Inggris menjadi”character”, dan menjadi bahasa Indonesia ”karakter”. Dalam Kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat; watak; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang.
Pentingnya Pendidikan Berkarakter, dalam UU nomor 14 Tahun 2005 tentan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan watak serta peradaban bangsa yang bermantabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara, yang demokratis serta bertanggung jawab.
Seseorang dapat dikatan berkarakter jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya yang dilandasi hakekat dan tujuan pendidikan. Berarti ia memiliki kepribadian yang ditinjau dari titik tolak etis atau moral, seperti sifat kejujuran, amanah, keteladanan, ataupun sifat-sifat lain yang melekat pada diri pendidik. Karakter bisa diubah melalui pendidikan. Hal ini sesuai dengan ayat yang berbunyi:…. Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri sendiri…..(Ar Ra’d/13;11).
Gambaran pendidikan berkarakter bisa dilihat pada syair tembang Dhondhong apa Salak Tembang tersebut mempunyai filosofi dan nilai yang tinggi dan bermakna. Buah kedondong kulitnya halus tapi dalamnya berduri, buah salak, kulitnya kasar tapi dalamnya halus. Keduanya tidak dipilih, yang dipilih buah duku yang kecil, kulitnya halus, dalamnya juga halus. Naik bendi tidak dipilih karena menyakiti hewan, naik becak tidak dipilih karena memeras tenaga manusia. Yang dipilih berjalan pelan- pelan. Jadi betapa indahnya jika nilai pendidikan berkarakter yang ada pada tembang tersebut melekat pada diri insan yang hidup di dunia ini. Di sisi lain juga menggambarkan betapa pentingnya mengarungi aktivitas kehidupan didasarkan kemampuan sendiri tanpa harus memberatkan , merugikan, menyusahkan atau menyengsarakan pihak lain. Dari pernyataan tersebut tampak relevan jika tenaga pendidik atau guru harus memiliki karakter yang kuat dalam menjalankan tugasnya di bidang pendidikan . Guru harus memiliki kepribadian khusus yang menjadi ciri khas atau yang membedakan dengan profesi yang lain.
Dennis Coon dalam bukunya Introduction to Psychology : Exploration and Aplication mendefinisikan karakter sebagai suatu penilaian subyektif terhadap kepribadian seseorang yang berkaitan dengan atribut kepribadian yang dapat atau tidak dapat diterima oleh masyarakat. Karakter adalah jawaban mutlak untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik didalam masyarakat.
Mengapa peserta didik butuh Pendidikan Karakter?........................
Pada dasarnya, pada perkembangan seorang anak adalah mengembangkan pemahaman yang benar tentang bagaimana dunia ini bekerja, mempelajari ”aturan main” segala aspek yang ada di dunia ini. Peserta didik akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter.
Karakter apa yang perlu ditumbuhkan dan dibentuk dalam diri anak?
(1) Karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, (2) Kemandirian dan Tanggung Jawab, (3) Kejujuran atau Amanah, Diplomatis, (4) Hormat dan Santun, (4) Dermawan, Suka Tolong Menolong & Gotong Royong (5) Percaya Diri dan Pekerja Cerdas, (6) Kepemimpinan dan Keadilan, (7) Baik dan Rendah Hati, (8) Karakter Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan.
PENDIDIKAN Karakter adalah upaya dalam rangka membangun karakter (character building) peserta didik untuk menjadi lebih baik. Sebab, karakter dan kepribadian peserta didik sangat mudah untuk dibentuk. Secara etimologis karakter dapat dimaknai sesuatu yang bersifat pembawaan yang mempengaruhi tingkah laku, budi pekerti, dan tabiat. Sedangkan secara terminologis, karakter dapat dimaknai dengan sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri seseorang atau suatu kelompok. Hal ini bertujuan untuk menciptakan karakter peserta didik yang paripurna, sampai mendekati titik terwujudnya insan kamil. Namun, bisa diperjelas pada upaya untuk mewujudkan kecerdasan spiritual, emosional, intelektual, dan estetika.
Berkaitan dengan itu, dalam alam empiris dapat dilihat bahwa karakter anak bangsa ini semakin menunjukkan gejala yang sangat miris dan merisaukan kita semua. Kehidupan mereka yang kontradiktif, tidak hanya di luar lingkungan pendidikan, tetapi juga justru dilakukan oleh anak-anak didik dalam masa pendidikan. Sungguh miris melihat realitas dan kenyataan yang seperti ini.
Marilah bersama-sama kita sebagai guru untuk memahami apa yang akan kita jalankan kewajiban yang didasari oleh pendidikan karakter, Pertama, pendidikan karakter yang menumbuhkan kesadaran sebagai makhluk dan hamba Tuhan Yang Maha Esa; Kedua, pendidikan karakter yang terkait dengan keilmuan, dan; Ketiga, adalah pendidikan karakter yang menumbuhkan rasa cinta dan bangga terhadap bangsa sendiri. Karena pendidikan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjalanan bangsa.
Sekarang kembali kepada guru itu sendiri bagaimana cara menyikapi diri sebagai pendidik yang profesional, untuk itu guru wajib terus mengembangkan diri di era globalisasi ini, kalau tidak terus mengembangkan diri, guru bisa tertinggal dari peserta didiknya, meskipun belum terima sertifikat profesional apalagi sudah terima sertifikat profesional. Tidak ada alasan untuk tidak sempat tapi harus melakukan sesuatu yang sudah menjadi tuntutan bahwa pengetahuan guru harus selalu terasah dan up to date.
Mudah-mudahan pemerintah terus meningkatkan perhatian dan pemikirannya kepada profesi guru dari tahun ke tahun agar guru-guru di negri tercinta ini kembali pada jati dirinya, tidak saja kemudahan dalam mengikuti sertifikasi namun mungkin ada hal-hal lain misalnya menambah kuota bagi guru-guru swasta atau yang lainnya yang dapat membuat guru-guru kembali bersemangat dalam bekerja dan berkreatifitas untuk menambah pengetahuan dalam pembelajarannya.
Di zaman persaingan ketat seperti sekarang, kinerja menjadi satu-satunya cara untuk mengukur mutu seorang guru. Oleh karena itu guru harus kembali pada jati dirinya yaitu memiliki sifat-sifat tertentu, yaitu ramah, terbuka, akrab, mau mengerti, dan mau belajar terus-menerus agar semakin menunjukkan jati diri keguruannya.
Judul: Jati Diri Guru dan Integritas adalah Proses Pendidikan karakter
Nama : Riska Laily
Asal sekolah: SMAN 10 Batanghari
Alamat e-mail: riska_68@yahoo.com
No HP: 08192561946
Tidak ada komentar:
Posting Komentar